Sejarah panjang anestesi dimulai dari jaman
dulu, tetapi evolusi dari spesialisasi dimulai pada pertengahan abad ke-19 dan
mulai establish kurang dari 6 dekade
yang lalu. Peradaban jaman dulu sudah mengenal opium poppy, daun coca,
akar mandrake, alkohol, dan bahkan phlebotomy sampai pasiennya tidak sadar
sehingga dokter bedah dapat melakukan operasi. Sangat menarik mengetahui bahwa
orang Mesir kuno menggunakan opium poppy
dan hyoscyamus (hyoscyamine dan scopolamine),
dimana pada kedokteran modern, kombinasi morfin dan skopolamin masih
dipergunakan sebagai premedikasi. Anestesi regional pada jaman dahulu dilakukan dengan penekanan pada saraf (nerve ischemia) atau pemberian benda dingin (cryoanalgesia). Suku Inca melakukan praktik anestesi lokal dimana
dokter bedah mereka mengunyah daun coca
dan menyemburkan air liurnya (yang diperlirakan mengandung cocaine)
pada luka operasi. Tindakan pembedahan biasanya dilakukan untuk mengobati patah
tulang, luka, amputasi dan pengangkatan batu buli-buli. Tetapi, ada beberapa
peradaban yang bias melakukan operasi pembedahan kepala.
Seorang filsuf Yunani yang bernama Dioscorides
pertama kali menggunakan istilah anesthesia
pada abad pertama setelah Masehi untuk menjelaskan efek yang mirip opioid dari
tumbuhan mandragora. Selanjutnya didefinisikan dalam Bailey’s An Universal
Etymological English Britannica (1721) sebagai “a defect of sensation” dan juga di dalam Encyclopedia Britannica
(1771) sebagai “privation of the senses”.
Istilah anestesi kemudian belakangan mengacu pada keadaan ”menyerupai-tidur”
yang memungkinkan dilakukan pembedahan tanpa rasa nyeri yang diperkenalkan oleh
Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846.
Sebelum tahun 1844, gas eter maupun N2O banyak digunakan untuk pesta mabuk-mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya.
Penggunaan eter atau gas N2O sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan N2O sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya. Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton.
Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun 1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian mengambil kuliah kedokteran gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan kuliah di Harvard pada tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa sakit.
Morton berpikir untuk menggunakan gas N2O dalam praktiknya sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas N2O kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas N2O.
Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas N2O. Bahkan pada tahun 1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai tanpa hambatan berarti.
Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran. Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia dalam buku yang ditulis oleh William Hart.
Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.
Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W. Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum Morton mempublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah menggunakan eter di setiap operasi bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya. Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala, dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.
Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika Serikat. Ketika tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.
Sumber:
- Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th ed. 2006.